MULAWARMAN TINGGAL KENANGAN
MUARA KAMAN sebuah kota kecamatan yang
terletak ditepi sungai Mahakam, disebut-sebut sebagai bekas Kerajaan Tertua
Hindu di Indonesia.
Letak kecamatan Muara Kaman ini tidak
terlalu jauh dari Kecamatan Sebulu yang juga terletak ditepi sungai
Mahakam.Kecamatan Sebulu sudah mulai ramai dengan perkebunan masyarakat dan
pengusaha terutama kelapa sawit.
Danau Lipan yang terkenal dengan kisah-2
legendanya juga terletak tak jauh dari kawasan bekas kerajaan Mulawarman ini.
Lipan di Kalimantan dikenal sebagai binatang lata berbisa mempunyai kaki-2 yang
banyak sebagai binatang lata lainnya yang disebut “Kaki Seribu”.Binatang Lipan
ini dizaman bahari menempati lokasi daerah ini beribu-ribu, menurut dongeng
dikuasai oleh seorang peri yang sangat
sakti.
Bekas kerajaan Mulawarman terletak
didaerah ini dikenal dengan nama Brubus.
Konon disekitar lokasi inilah terdapat bekas-2 peninggalan Kerajaan Mulawarman,
yang hampir tak bisa dilacak lagi.
Tempat inilah yang dipastikan oleh
masyarakat setempat sebagai bekas kerajaan tertua Mulawarman putera Raja
Kudungga yang pernah mendirikan kerajaan Hindu pertama kali dibumi Nusantara
kita.
Kerajaan Hindu pertama dan tertua serta
paling lama masa pemerintaahannya sepanang sejarah. Bayangkan Kerajaan Mulawarman
ini telah berdiri sebelum berakhirnya abad ke IV Masehi.
Bukti ini terungkap dari prasasi ( batu
bersurat ) yang pada zaman Pemerintahan Belanda dulu diketemukan beberapa buah
didaerah Muara Kaman ( Brubus ).
Prasasti-2 yang diketemukan itu sebagai
mana ditulis dalam buku Searah Nasional Indonesia jilid I, yang diterbitkan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melalui PN Balai Pustaka ( cetakan ke II
nya terbit tahun l979 ), dibangun pada masa Pemerintahan Raja Mulawarman.
Menurut yang tertulis pada salah satu
prasasti tersebut,Mulawarman adalah putra Raja Kudungga yang putra dari Aswawarman raja pertama yang
mendirikan kerajaan Hindu di Kaltim itu. Mulawarman adalah raja yang ke III,
yang kerajaannya sangat tekenal dimasa itu. ( Buku Maalah Bulanan Warnasari _
Jakarta April l923, tulisan bapak Umar Dahlan seorang wartawan senior Kaltim
yang telah meninggal dunia ).
Hanya saja sampai sekarang ini sejarah
Mulawarman masih simpang siur belum ada yang khusus mengungkapnya secara
transparan.
Pihak Pemerintah Pusat maupun pihak
Pemerintah Daerah sampai sekarang belum tampak usaha kearah itu, sehingga kisah
Kerajaan Tertua itu tambah terlupakan.
Ketika penulis masih dibangku Sekolah
Rakyat ( l952 ) pelajaran Sejarah
Indonesia pertama kali mengemukakan terdapat sebuah
Kerajaan Hindu tertua di Indonesia yaitu kerajaan Mulawarman terdapat di
Kalimantan Timur, tetapi selanjutnya tak ada keterangan lagi.
Kerajaan mulai terungkap ketika
diketemukannya prasasti atau Batu Yupa dan beberapa barang antiq hasil galian penduduk
setempat, baik sengaa maupun tak sengaja. Banyak pemburu barang antiqmengunungi
daerah itu dan secara sembunyi mengadakan penggalian, ketika mengetahui hal ini
Pemerintah segera mengadakan larangan
merusak kawasan tersebut.
Sering terdengar berita adanya penemuan patung-2 emas skala kecil, perhiasan
tua dengan batu-2 permata bermutu, ada juga yang disita Pemerintah kemudian
beritanya tenggelam begitu saja.
Kerajaan Kutai Kartanegara apalagi
setelah munculnya daerah Otonomi Daerah, mengklaim bahwa Kerajaan Mulawarman
adalah nenek moyang Kerajaan Kutai. Orang yang tak tahu membaca sejarah tentu
saja cepat percaya, tetapi bagi yang mengerti tentu saja merasa tak puas tetapi
begitulah keadaannya. Bayangkan kerajaan Mulawarman sudah berdiri sejak abad ke
IV sebelum Masehi. Sedangkan kerajaan Kutai baru muncul diabad ke XIV.
Diceritakan bahwa Kerajaan Mulawarman adalah kerajaan terpanjang masa
pemerintahannya bahkan sampai berdirinya Kerajaan Kutai masih ada tersisa anak
keturunannya yang kemudian habis musnah diserang Kerajaan Kutai Kartanegara
yang baru muncul.Sayang sekali tak ada catatan tentang hal itu sehingga
semuanya hilang begitu saja.
Pada tahun l997, penulis dengan
serombongan dokter-2 muda pria dan wanita yang terikat dalam IDI atas prakarsa
Golkar dan beberapa wartawan serta artis mengadakan “pengobatan cuma-2”
kedaerah pedalaman sungai Mahakam.Beberapa kota kecamatan kita mampir dan
mengadakan pengobatan dan hiburan tentu saja dalam promosi Golkar,
saya diikut sertakan dan dijadikan salah
seorang pemimpin karena pengaruh dan ketokohan saya sebagai putera daerah. Saya
ikut saja bukan sebagai orang partai karena saya tak senang menjadi orang
partai, karena akan kedaerah sendiri lagi pula mengadakan pengobatan cuma-2 dan
membawa artis dan pelawak untuk masyarakat ya saya ikut saja.
Yang jelas rombongan ini membawa nama
“Yayasan Karya Bhakti”
terdiri dari dokter-2 muda yang ingin
mencarai pengalaman.
Karena ada pengaruh sedikit saya bisa
mengajak rombongan untuk mengunjungi lokasi bekas kerajaan Mulawarman di desa
Brubus Kecamatan Muara Kaman. Mereka yang belum tahu sejarah terkejut ketika
saya menceritakan tentang sejarah yang hilang itu. Suatu Kerajaan tertua yang
pernah ada dibumi Nusantara, mengapa tidak teriak mereka tanda setuju.
Entah mengapa….pada kesempatan ini
hatiku demikian kuat ingin melihat dan mengunjungi daerah yang bersejarah masa
lalu itu, kesempatan ini tak akan kusia-siakan. Bertahun-tahun saya memikirkan
teka teki sejarah Mulawarman ini, untuk kesini juga tak semudah itu nah…inilah
kesempatan yang tak boleh kusia-siakan. Lagi pula dari anak kapal dan seluruh
rombongan mendukung rencanaku ini mungkin ada yang tak mengerti tetapi karena
takut ya ikut saja. Mereka juga tak mengerti kalau daerah yang mau dikunjungi
ini adalah daerah yang penuh misterius dan penuh dengan dongeng-2 masa lalu.
Kapal motor yang kami sewa menurunkan
kami pada sebuah tempat merupakan pantai berhutan jadi bukan tempat
pemukiman.Aku sudah lupa daerah itu, tetapi bukan kota Muara Kaman pawing alan
kami membawa kami kesana. Beberapa dokter pria dan wanita serta wartawan
mengikuti langkah kami, artis sama sekali tak ada yang tertarik mereka mau
istirahat dikapal saja.
Wahh…benar-2 merupakan sebuah
petualangan yang menarik, bayangkan kami akan memasuki sebuah daerah misterius
sebuah Kerajaan Hindu pertama yang telah lenyap ditelan masa.
Kami telah menghubungi Camat Muara Kaman
dia dan beberapa orang dari Dinas Pendidikan dan Budaya telah datang dengan
speed boat dinas pak Camat. Kami menyusuri jalan setapak melalui sebuah bukit
belukar
berjalan kaki mungkin sekitar 200 meter
sampai ketempat. Dokter-2 muda itu sangat memperhatikan aku tak ubah sebagai
ibu mereka sehingga aku merasa bagai ditengah keluarga dan anak-2ku. Perjalanan
dan bhakti social ini membuat kami merasa dekat satu dan lainnya.
Pak Camat didepan memberi tanda kalau
kami sudah tiba ditempat.
Tak ada pohon-2 besar hanya semak-2 dan
bebatuan dengan dasar pasir
serta rerumputan menjalar disana-sini.
Tak ada binatang misalnya kera, hanya kupu-2 tampak beterbangan seakan-akan
menerima kedatangan kami.
Hatiku berdebar-debar ingin sekali
melihat dan merekam tempat yang sangat kudambakan selama ini.Bekas Kerajaan
Hindu tertua dibumi Indonesia yang masih misterius dan belum terungkap.Ada rasa
kecewa dihatiku ketika melihat kenyataan, tak ada sesuatu yang bisa membuktikan
bahwa disini dulu ada sebuah tempat masa lalu yang sangat bersejarah. Semua
membisu entah apa yang sedang dipikirkan. Mungkin pikir mereka akan menemui
sebuah lokasi yang penuh dengan bekas-2 bangunan masa lalu seperti yang
diketemukan ditanah Jawa, ternyata tak ada apa-2 yang bisa membuka tabir.
Tiba-2 pak Camat memanggil aku, meskipun bibirku masih komat kamit
mengucap kata salam dan minta izin para penghuni gaib ditempat itu. Ibuku
mengajarkan hal itu bila memasukki sebuah daerah yang masih asing dan penuh
misteri.
“ Terimalah salam kami, kami datang
dengan niat baik. Jangan diganggu anak buah kami. Wassalam alaikum.” Bisikku
perlahan.
Aku adalah Kepala Rombongan, paling tua
dan aku pula yang minta berkunjung kemari jadi adalah semua tanggung jawabku.
Bayangkan bagaimana kalau ada yang tiba-2 saja kesurupan seperti sering
terjadi.
Aku telah meminta semua anggota
rombongan agar berhati-hati dan jangan ceroboh hormatilah daerah yang
bersejarah ini, pesanku. Dan mereka semua mengerti.
“Kami berlindung kepadaMu Ya Allah,” aku
menutup doaku.
Suasana alam tampak cerah dan damai,
ketika kami berkumpul disekeliling pak Camat aku berkata. “ Sadarkah pak Camat
bahwa tempat ini sangat besar maknanya, disini tersimpan sejarah tertua sebuah
kerajaan masa lalu yang sampai sekarang masih misterius. Nama sangat besar
tetapi tak ada yang bisa mengungkapnya,meskipun ada bukti-2 yang tertinggal.”
Pak Camat menganggu-anggukan kepalanya. “
Betul bu Flora, kami sudah mendapat pesan dan petunjuk dari Pemda Kaltim untuk melindungi tempat bersejarah ini, pihak
Debdikbud juga telah memeriksa kawasan ini dan memasang beberapa pengumuman
disekitar sini. Karena dulu sering ada orang atau rombongan yang datang dan
mengadakan penggalian untuk mencari benda antiq. Tetapi Pemda belum memberikan
biaya untuk perawatan dsbnya.” Beberapa wartawan mula memotret tetapi tak ada
sasaran yang berarti selain semak belukar dan pepohonan menjalar yang tumbuh
disekitar lokasi.
Kemudian pak Camat mengajak kami
kesebuah tempat dimana tampak sebuah batu hitam sebesar derum minyak tanah
tergeletak ditanah. Disekelilingnya ada pagar terbuat dari kayu ulin tetapi
sudah tak terawat. “Batu ini dinamakan masyarakat disini “ Batu Lesung “,
melihat berat dan besarnya tak mungkin terangkat oleh 6 atau 7 orang tenaga
manusia, tetapi menurut kisah beberapa orang yang sering berkunjung kesini “
Batu Lesung “ ini sering berubah tempat dan berputar sendiri. Apakah berubah
sendiri atau diputar oleh tangan-2 jahil sulit kita menebaknya.” Wartawan ibu
kota yang mengikuti kami berlarian berlomba memotret “Batu Lesung “ ini. Sayang
sekali tak terpikir olehku untuk menyimpan koleksi foto Batu Lesung dllnya
ketika itu.Memang setelah itu muncul tulisan diharian ibu kota kisah perjalanan
dan kunjungan ketempat bersejarah itu.
Pikiranku yang sedang melayang terkejut
mendengar suara pak Camat. “ Bu, disini ada sebuah bekas sumur ini dinamakan “
Sumur Berani “, karena ada magnitnya. Seakan-akan ada sesuatu daya tarik yang
cukup kuat dari dalam sumur ini, sehingga
akhirnya lokasi ini ditutup dan dilarang untuk menggalinya.” Kemudian
kami dibawa pak Camat pada sebuah tempat yang tidak jauh
letaknya dari lokasi Sumur Berani ini.
“Disini ada sebuah benda berupa tiang
terpancang jauh kedalam bumi, pernah ada
yang mencoba menggali sekitar tiang itu sampai jauh kedalam tetapi tak
putus-2nya sehingga terhenti entah
mengapa. Mereka menganggap tempat ini tak boleh diganggu sampai sekarang ini. “
Kami mengikuti langkah pak Camat kesuatu
tempat yang ada pepohonan yang jarang-2 tumbuhnya.
Dari jauh kulihat sebuah batu hitam
terpendam setelah dekat barulah tampak
wujudnya.
Batu hitam itu mirip seekor kerbau yang sedang
berkubang, hanya kepalanya yang muncul dipermukaan tanah.
“Ini juga sangat misterius Bu, tak ada
yang berani menggalinya ketika belum ada larangan. Tak ada yang bisa dilihat
dan tak ada yang menarik untuk bisa dilihat “, ujar pak Camat sambil mengajak
kami keluar dari lokasi itu.
Ketika kami tegak berdiri dokter Nelly yang
selalu mendampingi aku menepuk seekor nyamuk yang hinggap dilenganku. Nyamuk
itu terjungkal jatuh.
“ Hiiii…nyamuk besar-2 Bu, lihat lengan
ibu dihisapnya.” Ujarnya sambil tersenyum seakan-akan minta maaf karena membuat
aku terkejut. Aku memeluk bahunya dan tertawa.
Memang benar, binatang nyamuk ini
beterbangan dengan ukuran badannya yang lebih besar dari nyamuk biasa. Mungkin
aku sangat tepengaruh oleh oleh alam sekitar dan pikiran melayang kekerajaan
tua ini sehingga tak sadar akan gangguan nyamuk-2 itu. Tapi aku sempat terpikir
mengapa nyamuk banyak benar dan aneh lagi bentuknya. Untunglah kami memakai
pakaian yang agak tertutup (jaket ) yang sangat beruntung lagi untunglah bukan
binatang “Lipan” yang menyerang kami. Allah telah melindungi kami dan tidak
menampakkan binatang melata yang menjijikkan itu.
Sambil menuju pulang saya menatap kearah
bukit yang tampak gersang tanpa pepohonan, hanya semak-2 belaka.
“Maafkan saya pak Camat, saya ingin
bertanya lagi.” Kataku sambil mengawasi wajah pak Camat yang seak tadi dengan
sabar melayani kami.
“Bukit itu Pak, mengapa sepertinya ada
keanehan. Tak ada pohon yang tumbuh pada hal disini jarang ada manusia, koq
terang tak ada pohon-2 yang tumbuh ?Apakah pernah ada yang berkebun disini ?”
“Ohhhhhh……itu,” Pak Camat tertawa.
“Lokasi itu memang agak aneh keganjilan sedikit. Pernah ditanami beberapa pohon
buah-2an oleh penduduk tetapi begitu besar pohonnya tiba-2 saja mati dengan
sendirinya sepertinya tanahnya menolak untuk ditanami.” Aku
mengangguk-anggukkan kepala. “ Aneh juga”, pikirku.
“Ayooohhh Bu, kita kembali nyamuk makin
bertambah.” Ujar dokter-2 muda itu mengajak aku pulang secepatnya. Mungkin
mereka uga merasa ada sesuatu yang aneh.
Kemudian kami beriringan menu kepantai
kekapal masing-2 setelah bersalaman dengan rombongan pak Camat.
Mungkin selain wartawan senior Kaltim
bapak Umar Dahlan sayalah yang paling sering menyinggung nasip searah
Mulawarman ini.
Saya pernah ke Dinas Kebudayaan dan
Sejarah di Jakarta membicarakan hal ini dengan Dirjen yang seorang wanita
ketika itu (saya lupa nama-
nya ) tetapi beliau juga mengatakan
belum ada dana untuk penelitian masalah searah Mulawarman ini. “Kalau Ibu Flora
punya sponsor kita mau kerja sama. Hal ini penting juga.” Katanya ramah.
Ketika ada suara mau mengganti terminal
Sepinggan di Balikpapan dengan nama baru, saya juga pernah menulis dikoran
daerah agar bila disetujui diberi nama terminal Mulawarman. Banyak juga nama
lain yang diusulkan termasuk nama seorang wali kota terkenal di Balikpapan
Tetapi akhirnya tak ada yang muncul dan tetap
saja nama Sepinggan dipergunakan. Apakah nama Sepinggan itu berarti sebuah nama
berarti
Sepiring karena pinggan itu adalah
piring.
Nama Kodam Mulawarman juga hilang
diganti dengan nama lain karena perubahan Kodam, nama yang baru adalah nama
pahlawan di daerah lain.Syukurlah nama Universitas Mulawarman tidak diganti,
nama ini sangat berarti untuk daerah Kaltim khususnya.
Sambil meninggalkan lokasi itu aku
berdoa didalam hatiku semoga entah generasi yang manapun dapat mengungkap
misteri dan sejarah Mulawarman ini yang telah hilang berabad lamanya.
Mulawarman milik masyarakat Kaltim dan
adalah milik seluruh bangsa
Indonesia.
Selamat tinggal BRUBUS, lokasi yang
menyimpan sejarah besar Kerajaan Mulawarman.
Kami beriringan menuju kejembatan
penitian yang menuju ke Kapal motor yang tertambat. Tampak para anak kapal dan
anggota lainnya menatap kami dengan pandangan penuh tanda tanya. Terutama Ibu
Santy pemilik Kapal Motor yang sudah akrab dengan kami.
Tiba-2 saja aku terpekik dan doyong
kedepan, syukurlah ada dokter Herman menangkap lenganku. “Hati-hati Ibu,
lewatlah pelan-pelan.” Katanya lembut.
“Hiiiii coba lihat…cacing-2 pantai itu
sangat menjijikkan, “ kataku gemetar menahan ketakutan. Aku sudah setua ini
masih saja ketakutan melihat cacing-2 apalagi sebanyak ini. Mungkin karena
udara panas kepala cacing-2 itu mendongak keatas saling berebutan. Ribuan
jumlahnya memenuhi sepanjang pantai, sekilas memang tak tampak tetapi bila kita
perhatikan jumlahnya hampir menutupi tanah berlumpur ditepi pantai itu. Merah
pink menjiikkan.
Aku setengah berlari menuju kedalam
kapal dan langsung melompat dengan tenaga yang ada. Dibelakangku terdengar
jerit histeris, mungkin suara salah seorang artis yang mengikuti kami turun
kalau dokter-2 putri tak mungkinlah masa dokter takut dengan cacing ?
Beberapa dokter menarik tanganku kedalam
kapal. “ Tak apa-apa ya Bu ? Tenanglah.” Seorang menyodorkan segelas air putih kepadaku tanpa diminta aku
segera meneguknya, memang aku juga sangat kehausan dan ketakutan.
Aku mencoba menenangkan diri sambil
dikerumuni dokter dan artis, ada yang mencoba mengipas karena memang udara cukup
panas.
Setelah kapal mulai bergerak barulah
terasa ada angin berhembus udara mulai segar dan gemuruh kapal meneruskan
iramanya.
Kapal motor mulai berangkat meninggalkan
tempat bersearah itu, entah kapan aku bisa kembali lagi kemari.
Apakah sejarah tua itu akan lenyap
begitu saja tanpa terungkap sampai akhir zaman ? Entahlah !
Kemudian aku larut bersama keriangan
anak-2 muda yang begitu ceria tampaknya, meskipun para dokter ini sangat letih
namun wajah mereka tetap cerah. Betapa tidak, melayani masyarakat sepanjang
sungai Mahakam dan menghadapi bermacam keluhan yang datang.
Ibu Santy mundar mandir mulai mengatur
meja makan.
Demikianlah apa yang bisa kutulis
tentang apa yang kulihat dan kutemui di bekas kerajaan tertua yang pernah ada
dibumi Nusantara kita.
Jakarta 1986
Oleh : Flora Inglin Moerdani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar